Riset: Semakin Padat Penduduk, Semakin Lama Pandemi Berlangsung

Anita D Prameswari
3 min readOct 26, 2020

--

Foto oleh United Nations COVID-19 Response

Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Nature Research Journal menyebut, semakin banyak populasi manusia di suatu daerah, maka akan semakin panjang durasi pandemi COVID-19 di negara tersebut.

Hal itu terjadi akibat banyaknya penduduk yang harus terinfeksi terlebih dahulu sebelum akhirnya mencapai titik puncak (peak point) dan menciptakan herd immunity atau kekebalan alami yang diperoleh setelah tubuh terinfeksi virus.

Pernyataan tersebut diutarakan oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, seorang Kepala Medical Check-Up Rumah Sakit (RS) Siloam Semarang, yang menyampaikan tinjauannya atas penelitian tersebut pada Sabtu (24/10).

Hasil penelitian tersebut didukung oleh data yang diambil dari empat prefektur di Cina. Mereka membandingkan jumlah penduduk dari prefektur Wezhou, Zhuhai, Beijing, dan Shanghai, dengan kurva epidemi yang terjadi di daerah tersebut. Hasilnya ditemukan, bahwa prefektur Beijing dan Shanghai (masing-masing berpenduduk 20,6 juta dan 27,2 juta orang) mengalami puncak epidemi yang lebih lama dibandingkan dengan prefektur Wenzhou dan Zhuhai (masing-masing berpenduduk 3,6 juta dan 1,7 juta orang).

Kurva epidemi yang membandingkan empat prefektur di Cina. Sumber: Nature

Melihat gambar yang tersaji, kurva epidemi prefektur Beijing dan Shanghai nyatanya cukup lambat untuk mencapai puncak, sekaligus agak memakan waktu untuk melandaikan kurva jika dibandingkan dengan dua prefektur lainnya, yang dalam kasus ini adalah Wenzhou dan Shuhai. Lantas, sebenarnya apa yang terjadi dan apa hubungannya dengan populasi penduduk suatu daerah?

Bayu Satria Wiratama, Epidemiolog Universitas Gajah Mada (UGM). Sumber: Teknologi Indonesia

“Hal ini kemungkinan berkaitan dengan jumlah kontak yang mungkin terjadi pada populasi yang padat dibandingkan populasi yang tidak padat. Jadi jika suatu populasi padat maka kasus akan berlangsung lebih lama karena penularan terus terjadi.” tulis Bayu Satria Wiratama, seorang Epidemilog Universitas Gajah Mada (UGM) melalui wawancara tertulis pada Minggu (25/10).

Dalam kesempatan yang sama, Bayu juga menyampaikan herd immunity atau kekebalan alamiah kelompok sulit diperoleh oleh wilayah dengan penduduk banyak sebab semakin banyak orang yang dibutuhkan untuk ‘tertular’ oleh virus tersebut. Karena banyak yang harus ditulari, durasi yang diperlukan pun tidak sebentar.

Lebih lanjut, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan kota dengan penduduk terpadat nomor wahid di Indonesia. Di area seluas 661,5 km persegi itu ada 10.812.073 orang yang berstatus sebagai warganya bergelut satu sama lain di tempat yang besarnya tidak seberapa.

Hasil penelitian tadi diperkirakan dapat terjadi pada Jakarta yang merupakan kota dengan populasi padat, mengingat angka positif COVID-19 di ibukota negara itu terus bertambah setiap harinya. Meski membutuhkan studi lebih lanjut, kemungkinan hal tersebut berhubungan tidaklah nihil, seperti yang ditutup dr. Andreas melalui percakapan berikut.

--

--

Anita D Prameswari
Anita D Prameswari

Written by Anita D Prameswari

I'm writing for academic purposes. Hope you enjoy my stories!

No responses yet